Senin, 08 Maret 2010

Tumirah Tak Mau Menyerah


Perempuan itu menyelam di sungai sedalam lutut yang berarus deras. Tak lama kemudian dia menyembul dan sekop kaleng di tangannya telah berisi pasir. Dialah Tumirah. Seorang nenek dari 5 cucu. Perempuan berusia 58 tahun ini sudah sejak 10 tahun lalu bergelut dengan sungai, menjadi penambang pasir.

Usianya sudah tidak muda lagi. Tetapi, warga Kampung Sidomulyo, Kecamatan Bangunrejo, Lampung Tengah ini, masih kuat berendam berjam-jam di air. Dia memang perempuan perkasa. Berangkat dari rumah pukul 5 subuh dan baru pulang menjelang matahari bersembunyi.

Setiap hari ia menantang bahaya derasnya arus sungai Way Wayah. Dia hanya berhenti mencari pasir saat hujan karena volume air sungai membesar dan arusnya makin kuat. Ketika air surut, dia kembali mengambil pasir yang seolah tak ada habisnya.
Dari tepi sungai, Tumirah membawa pasir ke darat

Dari tepi sungai, Tumirah membawa pasir ke darat

Tumirah mengumpulkan pasir sedikit demi sedikit ke tepi sungai. Setelah terkumpul, ia memindahkan kekayaan sungai itu ke tempat lebih rata, dengan gerobak sorong. Ini untuk memudahkan truk mengangkut pasir yang sudah susah payah dia ambil dari dasar sungai selebar 10 meter itu.

Ibu tujuh anak ini menambang pasir untuk membantu suaminya, Maman. Tentunya demi memenuhi kebutuhan hidup seharĂ­-hari mereka. Tumirah hanya memperoleh uang Rp17 ribu per hari dari kerja kerasnya itu. Tetapi, perempuan bertubuh besar tinggi ini tetap menekuni pekerjaan berat dengan penghasilan kecil tersebut.
Maman, suami Tumirah, tak mau merepotkan anak-anak mereka

Maman, suami Tumirah, tak mau merepotkan anak-anak mereka

Maman, suami Tumirah, bekerja sebagai kuli angkut di penambangan pasir Sungai Way Wayah. Penghasilannya dari memeras keringat itu, juga kecil. Paling-paling Rp20 ribu sampai Rp30 ribu per hari.

Dia dan istrinya sudah tua. Tetapi mereka tetap ingin bekerja. Pasangan ini harus memperoleh uang sendiri agar tak merepotkan anak-anak mereka yang juga hidup susah.

Sungai Way Wayah memang sudah sejak lama menjadi sumber penghidupan bagi banyak warga. Mereka menjadi penambang pasir di anak Sungai Way Seputih itu. Harga pasir di Lampung Tengah di tingkat penambang Rp130 ribu rupiah per truk (4 kubik). Pembelinya datang dari berbagai desa di kabupaten itu.
Pasir, berkah bagi warga

Pasir, berkah bagi warga

Pasir sungai Way Wayah memang anugerah bagi warga. Selain banyak, kualitasnya juga tinggi karena kandungan lumpurnya sedikit. Kekayaan alam ini seolah tidak pernah habis. Setelah dikuras, kembali datang pasir baru. Arus sungai dari hulu yang membawa kekayaan alam itu, terutama saat musim banjir.

http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/03/tumirah-tak-mau-menyerah/

Tidak ada komentar: