Minggu, 19 Desember 2010

ketangguhan - ketangguhan TUHAN

Kembaliku menulis catatan sederhana untuk melepaskan rasa gerahku, melabuhkan jiwa bersama kalimat-kalimat yang sederhana untuk mudah di mengerti oleh pemikiranku. Tercengang aku di kamar ini, kamar yang kecil dan sederhana, suara kipas angin yang kecil dan suara tetesan air dari kran yang bocor menemani malamku, untuk menoreh catatan perjalanan hari ini.
Aku sedang bermimpi atau ini adalah kenyataan itulah yang terlintas dibenakku. Sosok perempuan yang pipinya mulai mengeriput sedang bersandar dibantalnya yang tipis sambil memandang dari jarak yang jauh nandisana, diseberang lautan pulau ini. Sosok anak yang lahir dari perempuan miskin, perempuan yang tidak bisa membaca karena tidak pernah sekolah, perempuan yang sering medapat pukulan dari suami, perempuan yang ditelantarkan ekonominya, perempuan yang harus mencari nafkah dan mengurusi dapur untuk anak-anak dan suaminya. Perempuan itu adalah emakku yang hari ini sudah tua dan renta selalu setia menungguku kembali dengan senyumnya yang penuh rasa damai dan menyejukkan jiwa.

Hari ini anak perempuan itu sedang bertarung dengan hidup, mengejar mimpi, mengubah dunia untuk kebahagiaan sang emak, seorang anak yang berani melewati gelapnya malam, teriknya sengatan matahari, menembus hujan, jalan yang terjal serta onak dan duri di setiap perjalanan hidupnya. Berani bermimpi dan berkhayal itu adalah sesuatu yang mengasyikkan, maka jangan pernah berhenti untuk bermimpi. Ingat puisinya rendra kira-kira seperti ini bunyinya: …hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh. Hidup adalah untuk mengolah hidup, bekerja membolak balikkan tanah, memasuki rahasia langit dan samudra serta mencipta dan mengukir dunia. Kita menyandang tugas karena tugas adalah tugas, bukan demi surga atau neraka. Tetapi karena kehormatan seorang manusia. Karena sesungguhnya kita bukan debu, meski kita telah reot, tua renta dan kelabu. Kita adalah kepribadian dan harga kita adalah kehormatan kita. Tolehlah lagi kebelakang, kemasa silam yang tak seorangpun kuasa menghapuskannya…. Puisinya rendra menjadikan semangatku berkobar seperti api yang akan selalu siap membakar sanubariku untuk maraih mimpi-mimpi.

Dari perkampungan yang kecil aku memulai, dari keluarga yang sederhana aku memulai, seorang bapak dari buruh tani yang terkadang bagi hasil panen yang tidak adil dari pemilik tanah, seorang ibu yang berjualan di pinggiran kaki lima setiap harinya. Kalau dihitung mungkin sekitar dua puluh ribu pendapatan ibu dalam satu hari sedangkan bapak tidak menentu entah berapa pendapatannya. Sepuluh bersaudara yang harus dihidupi oleh orang tuaku, aku adalah anak ke-Sembilan dari sepuluh bersaudara tak ada yang sekolah yang sampai di perguruan tinggi dari sepuluh bersaudara kecuali aku. Semua itu bukan salah orang tuaku ataupun saudaraku tapi ada system ini yang tidak adil untuk orang-orang seperti keluargaku, bayangkan saja ibuku mengahabiskan waktu seharian di tengah sengatan panasnya matahari tapi hanya bisa mendapat uang dua puluh ribu sedangkan seorang penguasa negeri ini hanya dengan menandatangai suatu dokumen mendapat uang hampir sepuluh juta. Ini adalah ketidakadilan, aku juga tidak menyalahkan tuhan tapi ada upaya penindasan yang tersistematis yang di lakukan oleh penguasa dan konglomerat negeri ini.
Notoprajan, dari ruang tunggu yang damai 
Rabu, 24 Nopember 2010

Tidak ada komentar: