Selasa, 17 November 2009

Tukang Sapu di Pulau Kemaro


Ada seorang perempuan tua yang menjadi tukang sapu pelataran Kelenteng Toa Pek Kong di Pulau Kemaro, Kota Palembang. Selama enam tahun terakhir, ia menghabiskan waktu untuk menyapu mulai dari matahari terbit hingga terbenam.

Ayuning (70), nama perempuan tua itu. Bersama Abdullah, almarhum suaminya, Ayuning mulai tinggal di Pulau Kemaro lebih dari 30 tahun silam.

Abdullah, suaminya, dulu bekerja sebagai tukang sapu di kelenteng yang berdiri di tengah-tengah Pulau Kemaro. Ayuning sendiri membantu ekonomi keluarga dengan berjualan makanan dan minuman di halaman kelenteng.

Setelah Abdullah meninggal, sepuluh tahun lalu, Ayuning menggantikan pekerjaan suaminya itu. Warung tempat dia berjualan dulu kemudian diwariskan ke anaknya yang juga tinggal di pulau seluas empat hektar itu.

”Sebenarnya Ayuning tidak secara resmi bekerja sebagai tukang sapu di sini, tetapi karena kasihan, yayasan akhirnya memberikan uang Rp 200.000 per bulan,” kata Linda (46), juru kunci kelenteng.

Sabtu (14/11) siang itu, seperti biasanya, Ayuning menyapu pelataran. Cara menyapunya berbeda dengan umumnya tukang sapu. Ia tidak banyak berdiri, melainkan jongkok.

Sapu dengan gagang panjang pun lebih banyak istirahat karena perempuan tua itu lebih banyak menggunakan kayu pendek untuk menyapu sampah. Dengan instrumen itu, guguran dedaunan dan sampah plastik digiringnya ke sudut pelataran.

Ayuning yang masih memiliki ingatan kuat tersebut juga meratakan dan menggemburkan tanah. Semua dilakukan dengan tekun, teliti, dan perlahan-lahan.

Menurut Sumiati (40), menantu Ayuning, mertuanya itu menyapu pelataran mulai jam 06.00 sampai 17.00. Istirahat hanya dilakukan saat makan siang. Artinya, selama delapan jam penuh, Ayuning menyapu pelataran. Itu semua dilakukannya dengan posisi jongkok.

Hari tua

Sejumlah wisatawan berjalan lalu-lalang di atas trotoar, tak jauh dari tempat Ayuning menyapu. Namun, hal itu tak sedetik pun mengalihkan perhatian Ayuning. Bahkan, nyamuk yang berulang kali hinggap dan menggigit kulit wajahnya pun tak pernah membuyarkan perhatiannya dari guguran dedaunan yang disapunya.

Ayuning tak banyak berkisah tentang dirinya. Ia juga lebih banyak tersenyum saat ditanya tentang pilihannya menghabiskan sisa hidup dengan menyapu.

”Saya ini sudah tua. Jadi daripada tak ada kerja, lebih baik nyapu-nyapulah,” kata Ayuning lugas.

Ayuning mungkin bukan siapa-siapa di Kota Palembang, apalagi dibandingkan dengan pengusaha yang memiliki pabrik-pabrik yang memberikan pendapatan asli daerah.

Namun, setidaknya, Ayuning tidak punya niat apalagi kemampuan membuang limbah kimia ke Sungai Musi. Yang dilakukannya hanya menjaga agar Pulau Kemaro, salah satu ikon wisata Kota Palembang, senantiasa bersih.

Menyapu selama delapan jam per hari di sisa umur, siapa pernah bermimpi. Namun, di Pulau Kemaro, ada satu perempuan tua yang melakukannya. (LAS)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/17/02481334/tukang.sapu.di.pulau.kemaro

Tidak ada komentar: