Senin, 29 Maret 2010

woman in a man Body

aku bukanlah hawa...
yang diciptakan tuhan sebagai perempuan pertama
untuk menemani Adam berkelana

aku bukanlah maryam....
yang mampu melahirkan Isa
tanpa harus bersusah payah bersetubuh dengan pria

aku bukanlah Aisyah...
yang dijodohkan dengan lelaki bernama Muhammad
berhati lembut, berparas cantik, berteguh iman

aku bukanlah juliet...
yang mencari tulang rusuk pada seorang romeo
mengagungkan cinta dan rela mati untuk cinta

namaku bukan stigma
dan jangan sebut aku dengan diskriminasi

aku bukan dosa
maka tolong panggil aku dengan manusia

karena aku hanyalah perempuan
aku hanyalah sesosok wanita
aku hanyalah ratu tapi bukan cleopatra
dan aku hanyalah betinanya manusia

yang terpenjara, terkurung, terbelenggu, dan terpasung didalam tubuh seorang pria

aku hanyalah aku
seorang pria berhati wanita
aku hanyalah aku
perempuan di dalam tubuh lelaki

Puisi ini ditulis Rizal Rais sebagai juara II lomba penulisan puisi yang di adakan oleh LBH jakarta dalam rangka memperingati hari hak asasi manusia 10 Desember 2009

Kamis, 18 Maret 2010

ketelanjanganku


jangan kau tanya tentang auratku
aku tidak pernah bertanya tentang auratmu

auratku bukanlah auratmu
jangan kau samakan auratku dengan auratmu

biarkan aku dengan ketelanjanganku,
ketelanjanganku bukan auratku
ketelanjanganku adalah kemerdekaanku

ketelanjanganku, kenikmatanku
jika kau terganggu, itu karena pikiran kotormu

biarkan aku telanjang dan terus telanjang
dengan telanjang akan lahirnya pikiran-pikiran suci

Taman Ismail Marzuki, 18-03-2010
By : Sarkawi

Minggu, 14 Maret 2010

sepenggal percakapanku dengan emak

kamis sebelas maret, kerinduan pada sang ibu tak tertahankan laksana air yang meluap membanjiri ruang dimensi bumi. ibu yang selalu menanti kedatangaku untuk mencium keningku pertanda kasih sayangnya yang tak terhingga, malam ini aku mengambil ponselku untuk melepaskan rinduku pada sang ibu, berikut adalah percakapanku dengan ibu dalam bahasa daerahku :

aku : Assalamu'alaikum, mak...mak...mak. (air mataku mulai mengalir)

emak : Waalaikusalam, ine kabarnu wi..... (suara ibu yang arif dan sabar selalu menyambutku) mak sehat, nu sehatkan. udem mumei ati? keme nano lapen pucuk ngen lema. {waalaikum salam, apa kabarmu wi.... emak sehat, kamu sehatkan. sudah makan belum? kami udah makan lauknya sayur dan ikan campur.

aku : kabarku sehat mak, udem mumei nano. baik nien lapen ne uku bi'han coa mu' lema idea asei ne ngen lema. mak coa buleah sakit harus sehat terus, bekerjo dakmi lita ige, amen asei bi litak strahat dakmi nepakso.{kabarku sehat emak, sudah makan beberapa jam yang lalu. enak lauknya, aku sudah lama tidak makan ikan campur rindu rasanya dengan ikan campur. emak gak boleh sakit harus sehat selalu, kerja jangan terlalu capek, kalau terasa capek mesti istirahat jangan di paksa}

emak : amen ade taci imet-imet, cekpo kuliah nu jijei ati? mak nak sadei dakmi niker ige, idup nak ratau atei-atei au. mak cuman pacak kmirim doa {kalau ada uang hemat-hemat, gimana kuliahmu sudah berjalan? emak di kampung janga terlalu dipikirkan, hidup di rantau mesti hati-hati. emak hanya bisa mengirim doa}

itulah sepenggal percapakapanku kamis sebelas maret, ibuku tak berhenti menangis kalau aku lagi menelpon. dari kelas orang yang tidak mampu dari keluarga yang miskin aku berjuang untuk meraih hidupku dengan doa sang ibu, walaupun sarjana ada di pundakku tapi aku belum bisa memberikan apapun kepada ibu yang aku sayangi. hampir tiga tahun aku di tanah jawa yang jauh dari kampung halamanku berjuang untuk melanjutkan studiku tapi belum juga kesampaian, semangatku terus membara tak pernah luluh untuk terus melanjutkan studiku. mudah-mudahan aku bisa membahagiakan ibu tercinta.

walaupun sebenarnya ada cerita yang hendakku sampaikan dengan ibu tapi itu tidak mungkin, aku masih bisa mengirup udara jakarta ini dengan tersengal-sengal, aku kuat dan aku adalah manusia tangguh.

Senin, 08 Maret 2010

Tumirah Tak Mau Menyerah


Perempuan itu menyelam di sungai sedalam lutut yang berarus deras. Tak lama kemudian dia menyembul dan sekop kaleng di tangannya telah berisi pasir. Dialah Tumirah. Seorang nenek dari 5 cucu. Perempuan berusia 58 tahun ini sudah sejak 10 tahun lalu bergelut dengan sungai, menjadi penambang pasir.

Usianya sudah tidak muda lagi. Tetapi, warga Kampung Sidomulyo, Kecamatan Bangunrejo, Lampung Tengah ini, masih kuat berendam berjam-jam di air. Dia memang perempuan perkasa. Berangkat dari rumah pukul 5 subuh dan baru pulang menjelang matahari bersembunyi.

Setiap hari ia menantang bahaya derasnya arus sungai Way Wayah. Dia hanya berhenti mencari pasir saat hujan karena volume air sungai membesar dan arusnya makin kuat. Ketika air surut, dia kembali mengambil pasir yang seolah tak ada habisnya.
Dari tepi sungai, Tumirah membawa pasir ke darat

Dari tepi sungai, Tumirah membawa pasir ke darat

Tumirah mengumpulkan pasir sedikit demi sedikit ke tepi sungai. Setelah terkumpul, ia memindahkan kekayaan sungai itu ke tempat lebih rata, dengan gerobak sorong. Ini untuk memudahkan truk mengangkut pasir yang sudah susah payah dia ambil dari dasar sungai selebar 10 meter itu.

Ibu tujuh anak ini menambang pasir untuk membantu suaminya, Maman. Tentunya demi memenuhi kebutuhan hidup seharĂ­-hari mereka. Tumirah hanya memperoleh uang Rp17 ribu per hari dari kerja kerasnya itu. Tetapi, perempuan bertubuh besar tinggi ini tetap menekuni pekerjaan berat dengan penghasilan kecil tersebut.
Maman, suami Tumirah, tak mau merepotkan anak-anak mereka

Maman, suami Tumirah, tak mau merepotkan anak-anak mereka

Maman, suami Tumirah, bekerja sebagai kuli angkut di penambangan pasir Sungai Way Wayah. Penghasilannya dari memeras keringat itu, juga kecil. Paling-paling Rp20 ribu sampai Rp30 ribu per hari.

Dia dan istrinya sudah tua. Tetapi mereka tetap ingin bekerja. Pasangan ini harus memperoleh uang sendiri agar tak merepotkan anak-anak mereka yang juga hidup susah.

Sungai Way Wayah memang sudah sejak lama menjadi sumber penghidupan bagi banyak warga. Mereka menjadi penambang pasir di anak Sungai Way Seputih itu. Harga pasir di Lampung Tengah di tingkat penambang Rp130 ribu rupiah per truk (4 kubik). Pembelinya datang dari berbagai desa di kabupaten itu.
Pasir, berkah bagi warga

Pasir, berkah bagi warga

Pasir sungai Way Wayah memang anugerah bagi warga. Selain banyak, kualitasnya juga tinggi karena kandungan lumpurnya sedikit. Kekayaan alam ini seolah tidak pernah habis. Setelah dikuras, kembali datang pasir baru. Arus sungai dari hulu yang membawa kekayaan alam itu, terutama saat musim banjir.

http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/03/tumirah-tak-mau-menyerah/